INTERNASIONAL - AFRIKA
Ratusan Tewas, Mesir Mencekam
Penjarahan Marak, Tak Ada Hukum
KAIRO - Tensi politik di Mesir masih memanas. Krisis di negeri berpenduduk 79,1 juta (estimasi pada 2010) tersebut sepertinya segera menuju titik puncak.
Revolusi agaknya menunggu waktu setelah Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun itu menolak tuntutan mundur yang disuarakan massa demonstran.
Ribuan orang terus berunjuk rasa di sejumlah kota kemarin (30/1). Mereka juga bertahan di jalan-jalan dengan mengabaikan larangan ke luar rumah atau jam malam mulai pukul 16.00 hingga pukul 08.00.
Di tengah aksi unjuk rasa itu, Angkatan Udara (AU) Mesir mengerahkan jet tempur di udara Kairo. Sedikitnya, tiga jet tempur terbang rendah di atas Lapangan Tahrir, lokasi utama unjuk rasa massa anti-Mubarak di pusat Kota Kairo, sore kemarin. Pesawat tempur itu memang tak sampai memuntahkan peluru, tetapi beberapa kali berputar-putar di atas kota.
Selain itu, sejumlah helikopter dan truk militer juga disiagakan di Lapangan Tahrir. Unjuk kekuatan militer tersebut memberi sinyal bahwa pemerintahan Mubarak berupaya mengusir dan memulangkan para demonstran sebelum jam malam.
Hal itu terjadi setelah Mubarak mengadakan rapat darurat dengan para petinggi militer Mesir beberapa saat sebelumnya. Belasan tank dan panser sengaja ditempatkan pula di Lapangan Tahrir sejak Jumat lalu (28/1) untuk mengendalikan rusuh dan demonstrasi antipemerintah.
"Pesawat-pesawat tempur itu tampaknya sengaja menakut-nakuti massa. Jelas sekali bahwa militer ada di sini untuk melindungi Mubarak," kata seorang demonstran di Lapangan Tahrir.
Untuk mengantisipasi krisis di Mesir, Mubarak telah bertemu dengan Wakil Presiden (Wapres) Omar Suleiman yang baru diangkatnya, Menteri Pertahanan Mohamed Hussein Tantawi, Panglima Militer Sami al-Anan, dan sejumlah komandan militer di markas tentara Mesir.
Kendati jet-jet tempur berseliweran di udara Kairo, demonstran justru menyambut. Mereka tak khawatir menjadi target tembakan pesawat tempur tersebut. "Hidup tentara," teriak beberapa pengunjuk rasa. "Kami tidak akan pergi. Dia (Mubarak) yang harus dan akan pergi. Dia tidak waras," kata massa lainnya di Lapangan Tahrir.
Menteri Pertahanan (Menhan) Mohamed Hussein Tantawi muncul dalam tayangan televisi pemerintah saat meninjau markas tentara di luar gesung stasiun TV tersebut. "Nasib (pemerintah) Mesir bergantung pada Anda saat ini," kata Tantawi kepada seorang tentara.
Tank-tank dan kendaraan militer juga siaga di titik atau sudut kota. Beberapa dikerahkan berjaga-jaga di bank, gedung pemerintah, dan kantor kementerian dalam negeri. Petugas keamanan menyebut sejumlah bangunan itu coba dibakar demonstran Sabtu malam lalu, tetapi berhasil digagalkan.
Situasi di Kairo dan sejumlah kota di Mesir tetap rusuh. Aksi penjarahan terjadi di berbagai tempat. Tetapi, tidak ada tindakan dari aparat keamanan.
Unjuk rasa anti-Mubarak juga telah memasuki hari keenam kemarin. Meski dijaga ketat tentara, sekitar 4 ribu demonstran memenuhi Lapangan Tahrir, Kairo. Mereka meluapkan kemarahan atas penindasan rezim Mubarak, kemiskinan yang meluas, korupsi yang merajalela di Mesir.
"Hosni Mubarak dan Omar Suleiman, kali berdua adalah antek Amerika," seru demonstran menyikapi penunjukan Kepala Intelijen Mesir Suleiman sebagai wakil presiden Sabtu malam. Ini kali pertama Mesir Mubarak menunjuk wakil selama 30 tahun berkuasa.
Sejauh ini sikap militer terhadap krisis di Mesir masih ambivalen alias standar ganda. Meski diminta menjaga keamanan di seantero wilayah setelah polisi kehilangan kendali, militer Mesir menolak untuk menerapkan jam malam. Mereka justru cenderung membiarkan demonstran ketimbang membubarkan.
Karena itulah, hukum tidak berlaku di jalan-jalan di berbagai kota di Mesir. Penjarahan toko-toko pun marak. Warga pun bekerja sama untuk menghentikan aksi penjarahan tersebut.
Saat malam tiba, situasi Kairo terasa mencekam. Warga yang bersenjatakan tongkat kayu, rantai, dan pisau membikin pasukan sendiri untuk mengamankan wilayah mereka dari perampokan dan penjarahan. Situasi chaos tersebut terjadi setelah polisi ditarik menyusul bentrok berdarah dengan para demonstran selama lima hari sebelumnya.
Warga sebetulnya sangat berharap tentara akan memulihkan keamanan dan ketertiban. Tetapi, hal itu tidak terjadi. "Rakyat dicekam ketakutan karena para penjahat bebas berbuat. Mereka tak cuma menjarah, tetapi menyerang dan menghancurkan apa saja," keluh Salah Khalife, karyawan sebuah pabrik gula.
Seorang pejabat keamanan menyatakan bahwa ribuan tahanan melarikan diri dari sejumlah penjara di seantero Mesir kemarin. Hal itu terjadi ketika ada unjuk rasa antipemerintah. Ribuan tahanan lolos dari penjara Wadi Natrun di utara Kairo. Lantas, tahanan tersebut melarikan diri ke desa-desa dan kota-kota terdekat.
Delapan tahanan tewas tertembak saat hendak lari di tengah kerusuhgn di penjara Abu Zaabal, timur Kairo, Sabtu lalu. Lusinan tahanan di penjara Fayum, selatan Kairo, kabur Sabru malam setelah bentrok dengan polisi. Seorang polisi tewas.
Tak hanya tahanan penjahat yang kabur. Sejumlah tahanan politik juga berhasil lari dari bui. Sebanyak 34 tahanan anggota Ikhwanul Muslimin, organisasi oposisi yang dilarang, kabur dari penjara di Wadi Natrun, utara Kairo, kemarin.
Tetapi, pemimpin Ikhwanul Muslimin Mohammed Mursi menuturkan kepada stasiun televisi Al-Jazirah bahwa anggotanya tidak melarikan diri. "Ada warga yang sengaja membuka pintu penjara," katanya. Tokoh Ikhwanul Muslimin Essam el-Aryan dan Saad el-Katatni termasuk yang bebas dari penjara.
Bukan mustahil kaburnya tahanan itu disengaja untuk memperkeruh suasana. Selama enam hari unjuk rasa anti-Mubarak dan kerusuhan di Mesir, lebih dari 100 orang telah tewas. Angka pasti korban memang tidak ada. Tetapi, informasi itu dihimpun dari sumber medis, rumah sakit, dan para saksi mata.
Pada Sabtu lalu, aparat keamanan menembak mati 17 orang demonstran yang berupaya menyerang dua kantor polisi. Delapan orang demonstran tewas saat unjuk rasa. Delapan lainnya tewas dalam bentrok saat tahanan mencoba melarikan diri dari penjara Abu Zaabal di Kairo.
Sebanyak 68 orang tewas di kota-kota Kairo, Suez, dan Alexandria saat unjuk rasa Jumat lalu. Sebelum itu, sedikitnya enam orang tewas dalam unjuk rasa sejak Selasa lalu. Seorang di antaranya polisi.
Selain situasi yang kacau, mayat juga bergeletakan di jalan-jalan di sejumlah kota. Lusinan jenazah tergeletak di sebuah jalan di Kairo. Mereka tewas dengan kondisi bersimbah darah.
Menyikapi situasi keamanan yang tidak menentu itu, sejumlah negara telah mengevakuasi warganya dari Mesir. Bandara di Kairo kemarin penuh sesak oleh para penumpang (terutama warga asing) yang ingin meninggalkan negeri itu.
Khawatir terjadi revolusi dan pertumpahan darah di Mesir, pemerintahan Presiden Barack Obama mulai mengevakuasi warga AS kemarin. "Kedubes AS menginformasikan kepada warga Amerika yang ingin meninggalkan Mesir bahwa departemen luar negeri menyiapkan transportasi ke sejumlah lokasi yang aman di Eropa," kata pernyataan Kedubes AS di Kairo. Keluarga para diplomat AS di Mesir juga telah dievakuasi.
Iraq kemarin juga mengumumkan evakuasi warga negaranya di Mesir. Penerbangan khusus disiapkan untuk mengangkut warga Iraq. Sekitar 15 ribu hingga 20 ribu warga Iraq "sebagian besar di antaranya para pengungsi korban perang pasca-invasi AS pada 2003- diterbangkan ke kampung halaman mereka.
India juga mengirimkan sebuah pesawat komersial ke Kairo untuk mengevakuasi warganya. Pesawat Air India menerbangkan 300 orang, terutama perempuan adan anak-anak. Pemerintah New Delhi juga telah meminta warganya tidak bepergian ke Mesir.
Peringatan agar tidak bepergian (travel warning) ke Mesir juga dilakukan sejumlah negara. Tiongkok dan Australia melarang warganya pergi ke Mesir. Jepang menyerukan 500 warganya yang tertahan di bandara Kairo agar segera kembali ke negara mereka.
Langkah sama diambil Filipina. Pemerintahan Presiden Benigno Aquino III mendirikan tempat-tempat penampungan sementara bagi ribuan pekerja migran dari Filipina di Mesir sebelum dipulangkan.
Pemerintah AS sendiri mengecam kekerasan yang dilakukan pemerintahan Mubarak kepada pengunjuk rasa. Meski begitu, AS juga mendorong penyelesaian damai di Mesir. Apalagi, Mesir merupakan sekutu utama AS di dunia Arab.
Menlu AS Hillary Clinton mengusulkan Mubarak agar mengadakan pemilu yang adil dan bebas untuk merespons krisis politik di Mesir. Washington juga menegaskan tidak akan menghentikan kepada Mesir untuk saat ini.
Dialog antara pemerintah dan oposisi (maupun demonstran) agaknya bukan mustahil. Bahkan, kubu oposisi sudah mengantisipasi kemungkinan dialog untuk menyelesaikan krisis politik.
Ikhawnul Muslimin dan kelompok oposisi lain telah menunjuk tokoh pembangkang yang juga peraih Nobel Perdamaian Mohamed ElBaradei sebagai wakil mereka. ElBaradei diharapkan bisa negosiasi dengan pemerintahan Mubarak. "Kami setuju dia mewakili kami bernegosiasi dengan rezim berkuasa saat ini," kata Saad al-Katatni, juru bicara Koalisi Nasional untuk Perubahan (NCC), yang mewakili seluruh kelompok oposisi. (afp/rtr/dwi)
www.jpnn.com
0 komentar:
Posting Komentar